Menjaga Investasi Industri Hulu Migas
Menjaga Investasi Industri Hulu Migas
Media Name :
Bisnis Indonesia
Publish Date :
Monday, 06 December 2021
News Type :
Opinion
Section/Rubrication :
Editorial
News Page :
2
News Size :
800 mmk
News Placement :
Front Cover Page
News URL :
-
Journalists :
Istimewa
Mindshare :
Minyak Dan Gas Bumi
Tonality :
Neutral
Topic :
Industri Hulu Migas
Ads Value :
100,000,000
PR Value :
300,000,000
Media Score :
-
Media Tier :
-
Resources
  1. None
Rangkaian kegiatan The 2nd International Convention and Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 rampung digelar di Bali pekan lalu.

Konvensi sektor minyak dan gas bumi (migas) terbesar di Indonesia itu terselenggara selaras dengan visi jangka panjang untuk mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel minyak per hari dan produksi gas bumi sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030.

Jika boleh dimaknai, perhelatan garapan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ini juga menjadi pengingat bahwa industri hulu migas masih menjadi pilar penting perekonomian nasional di tengah dinamika energi baru dan terbarukan yang hangat belakangan ini.

Kedudukan sektor hulu migas amatlah strategis dalam perekonomian nasional lantaran multiplier effect yang ditimbulkan. Konon menurut penelitian, setiap investasi sebesar US$1, bisa menghasilkan dampak senilai US$1,6 yang dapat dinikmati oleh industri penunjangnya.

Adapun, jika melihat angka riil, kontribusi industri migas bagi sejumlah industri lain sejak 2020 hingga data termutakhir 2021 telah mencapai US$7,12 miliar atau setara dengan Rp 103 triliun.

Urgensi sektor ini juga dapat dilihat dari sumbangsih ke penerimaan negara. Hingga kuartal III/2021, data SKK Migas menunjukkan penerimaan negara yang dihasilkan industri hulu migas mencapai Rpl36,8 triliun, sekaligus melampaui target dalam APBN 2021.

Industri hulu migas sejatinya memegang peranan penting dalam peta jalan transisi energi. Pemerintah malah telah menyatakan akan mengembangkan gas untuk mengurangi peran batu bara. Alasannya, selain mudah disimpan dan didistribusikan, kadar karbon yang dihasilkan gas bumi juga lebih rendah ketimbang batu bara.

Apalagi, menurut perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, cadangan gas alam di Indonesia cukup besar yakni mencapai 62,4 triliun kaki kubik dengan cadangan terbukti sebanyak 43,6 triliun kaki kubik.

Tentu saja dibutuhkan investasi yang besar dan berkualitas untuk dapat mengoptimalkan peluang-peluang tersebut. Sayang, upaya memacu investasi industri hulu migas bukanlah pekerjaan gampang. Tak hanya soal regulasi, sumber pendanaan juga menjadi tantangan.

Bukan rahasia lagi bahwa sebagian institusi finansial mulai membatasi pembiayaan investasi energi fosil yang merupakan sektor padat modal. Konsekuensinya, dibutuhkan insentif serta kebijakan yang suportif agar industri hulu migas tetap menarik dan dapat tumbuh.

Jaminan kepastian hukum yang tecennin dengan adanya aturan yang menaungi industri ini sudah pasti sangat krusial. Sayang, revisi Undang-Undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi justru terkatung-katung bertahun-tahun lamanya. Aturan yang lebih relevan, padahal, dibutuhkan di tengah kondisi saat ini.

Demikian pula dengan pengaturan kewenangan di industri hulu migas yang sangat penting lantaran berkaitan erat dengan tata kelola sektor ini. Contohnya adalah peran SKK Migas yang bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan kontrak kerja sama.

Sayang, posisi lembaga ini tak sedemikian kokoh karena ‘hanya’ dilandasi Peraturan Presiden No.9/2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Tentu saja upaya untuk mempertegas posisi SKK Migas itu perlu diiringi pula dengan adanya pengawasan yang lebih komprehensif. Bahkan, seandainya nanti pemerintah menempuh cara lain untuk mengawal tata kelola industri hulu migas tanpa SKK Migas, tetap saja dibutuhkan regulasi yang relevan dan mumpuni di bidang ini.

Kita menyadari bahwa energi baru dan terbarukan adalah masa depan yang wajib terus diakselerasi implementasinya. Namun, sembari hal itu dilakukan, perhatian ke industri hulu migas tak boleh kendur karena peran dan manfaatnya di masa sekarang serta masa depan masih strategis.