Abaikan Protes Tiongkok, Pengeboran Jalan Terus
Abaikan Protes Tiongkok, Pengeboran Jalan Terus
Media Name :
Media Indonesia
Publish Date :
Monday, 06 December 2021
News Type :
Article
Section/Rubrication :
Selekta
News Page :
2
News Size :
500 mmk
News Placement :
Front Cover Page
News URL :
-
Journalists :
Nur, X-8
Mindshare :
Minyak Dan Gas Bumi
Tonality :
Neutral
Topic :
Cadangan Gas Natuna
Ads Value :
79,500,000
PR Value :
238,500,000
Media Score :
-
Media Tier :
-
Resources
  1. Hikmahanto Juwana - Guru Besar Hukum Internasional UI
SEJUMLAH kalangan menegaskan, pemerintah tidak perlu menanggapi protes Tiongkok terkait dengan pengeboran minyak dan gas di Natuna Utara. Pengeboran tak boleh berhenti karena dilakukan di wilayah kedaulatan Indonesia.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, protes Tiongkok tak berdasar. “Protes itu tidak perlu ditanggapi oleh pemerintah Indonesia. Justru pemerintah Indonesia melalui Bakamla perlu melakukan pengamanan agar terlaksananya pengeboran di rig lepas pantai oleh perusahaan,” tandasnya, kemarin.

Hikmahanto menjelaskan, ada empat alasan kenapa Indonesia tak perlu menggubris protes Tiongkok. Pertama, Indonesia tidak pernah mengakui sembilan garis putus yang diklaim Tiongkok di Laut China Selatan. Klaim sembilan garis putus itulah yang dijadikan dasar protes Tiongkok.

Kedua, Tiongkok selama ini mengklaim sembilan garis putus yang menjorok ke Indonesia terkait sumber daya alam sebagai traditional fishing ground. Traditional fishing ground merujuk pada sumber daya laut di kolom laut, seperti ikan. “Lalu mengapa protes terkait aktivitas pengeboran sumber daya alam di bawah dasar laut?”

Ketiga, dengan mengabaikan protes Tiongkok berarti Indonesia terus dan konsisten tidak mengakui klaim Tiongkok atas sembilan garis putus.

“Terakhir, adalah tepat bagi Indonesia untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di dasar laut tanpa menghiraukan protes Tiongkok. Hal itu karena Indonesia melaksanakan hak berdaulat atas Landas Kontinen Indonesia di Natuna Utara sesuai ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS),” tegas Hikmahanto.

Senada, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung Teuku Rezasyah menyampaikan, pemerintah bisa menanggapi protes Tiongkok dengan sejumlah langkah.

“Menjawab dengan kerangka hukum internasional bahwa seluruh negara yang telah meratifikasi UNCLOS, termasuk RI dan Tiongkok, untuk taat dan menjunjung tinggi seluruh pasal dalam UNCLOS ini. Tidak bisa mencampuradukkannya dengan alasan kesejarahan yang tidak ada bukti sejarahnya,” ujarnya.

Pada saat yang sama, pemerintah tetap melanjutkan kegiatan di Natuna dan Laut Natuna Utara, serta secara khusus memberikan jaminan kepada semua pihak yang terlibat dalam pengeboran tersebut. (Nur/X-8)