Tak Sekadar Latah
Tak Sekadar Latah
Media Name :
Kompas
Publish Date :
Saturday, 04 December 2021
News Type :
Article
Section/Rubrication :
Ekonomi Bisnis
News Page :
9
News Size :
600 mmk
News Placement :
Front Cover Page
News URL :
-
Journalists :
Aris Prasetyo
Mindshare :
Ketenagalistrikan
Tonality :
Neutral
Topic :
Kendaraan Listrik
Ads Value :
129,000,000
PR Value :
387,000,000
Media Score :
-
Media Tier :
-
Kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, memang sedang jadi tren. Seolah tak mau ketinggalan, Indonesia berangan-angan menjadi salah satu pemain penting industri kendaraan listrik dunia, setidaknya di kawasan ASEAN. Semua syarat untuk menjadi produsen kendaraan listrik tampaknya sudah dimiliki Indonesia.

Faktor nikel menjadi kunci penting dalam rantai pasok industri kendaraan listrik. Indonesia adalah negara dengan kepemilikan cadangan nikel, bahan baku utama baterai kendaraan listrik, terbesar di dunia. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2020 menyatakan, dari cadangan nikel dunia yang sebanyak 139,4 juta ton, sebanyak 52 persen atau setara 72 juta ton ada di bumi Indonesia.

Indonesia juga gencar mendirikan kawasan industri. Sejauh ini tercatat ada 115 kawasan industri yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Kawasan industri yang ter-integrasi, seperti industri smelter nikel hingga manufaktur kendaraan listrik, dipandang tepat untuk mewujudkan mimpi menumbuhkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.

Dari sisi pasokan daya listrik, saat ini PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tengah mengalami kelebihan pasokan. Pandemi Covid-19 sejak awal 2020 membuat serapan listrik turun drastis seiring pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Ditambah lagi bakal mulai beroperasinya sejumlah proyek pembangkit listrik yang masuk dalam program 35.000 megawatt. Kendaraan listrik diharapkan bisa menyerap kelebihan pasokan tersebut.

Sementara itu, untuk urusan teknologi, selain ada minat investor asing yang sudah berkomitmen berinvestasi, seperti Hyundai dan LG dari Korea Selatan, Indonesia juga sebenarnya memiliki talenta yang tak kalah mumpuni. Publik pernah mengenal nama Ricky Elson, sosok penting dalam pengembangan mobil listrik di era Menteri BUMN 2011-2014 Dahlan Iskan. Baru-baru ini muncul pula nama Niko Questera yang pernah bekerja di Tesla dan memamerkan motor listrik buatannya di ajang pameran mobil GIIAS 2021 beberapa waktu lalu.

Infrastruktur dan insentif

Dari sisi pelaku industri, pengembangan mobil listrik di Indonesia tidak sedang mengancam rantai pasok mobil konvensional berbahan bakar minyak yang sudah mapan beberapa dekade lamanya. Menurut Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara dalam sebuah webinar, industri dalam negeri sudah siap memproduksi kendaraan listrik. Namun, masih ada masalah dalam hal serapan pasar.

Harga mobil listrik yang ada saat ini di Indonesia di kisaran Rp 600 juta per unit. Padahal, daya beli masyarakat Indonesia untuk mobil konvensional ada di kisaran Rp 250 juta sampai Rp 300 juta per unit. Penumbuhan industri hulu-hilir mobil listrik di dalam negeri diharapkan bisa menurunkan harga jual mobil listrik dan terjangkau bagi kebanyakan orang Indonesia.

Tantangan lain adalah ketersediaan infrastruktur pengisian daya baterai kendaraan listrik. Tak seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang jumlahnya sekitar 7.000 unit di Indonesia, keberadaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) masih amat terbatas. Infrastruktur pendukung ini sangat memengaruhi minat calon konsumen atau calon pembeli kendaraan listrik.

Namun, PLN memastikan bahwa pengisian daya kendaraan listrik bisa dilakukan di rumah pelanggan, apartemen, pusat perbelanjaan, atau di perkantoran. Dengan demikian, pengisian daya untuk kendaraan listrik lebih fleksibel. Apalagi, PLN memberikan tarif khusus yang lebih murah untuk pengisian daya di rumah pada jam tertentu.

Lalu, apa yang kurang? Insentif. Kendaraan listrik sebaiknya diberikan insentif yang luas demi merangsang tumbuhnya pasar baru yang lebih besar. Sebagaimana halnya insentif yang diberikan terhadap kendaraan berbahan bakar minyak, kendaraan listrik juga berhak mendapat insentif serupa, seperti penghapusan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan. Apalagi, kendaraan listrik berkontribusi mengurangi impor minyak atau bahan bakar minyak (BBM).

Insentif diharapkan bisa menekan harga jual kendaraan listrik. Penguatan infrastruktur, seperti SPKLU, memberikan kemudahan pengisian daya, diyakini dapat menumbuhkan kepercayaan diri konsumen untuk memiliki kendaraan listrik. Jadi, tak sekadar urusan ikut-ikutan tren kendaraan listrik, pemerintah sebaiknya benar-benar serius mencip-lakan ekosistem kendaraan listrik. Ujung-ujungnya, selain mengurangi ketergantungan impor minyak dan BBM, sekaligus mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca, juga menciptakan dampak ganda industri otomotif dalam negeri.