RUU Migas Hampir 10 Tahun Mangkrak, Komisi VII DPR Janji Tuntaskan di 2022
RUU Migas Hampir 10 Tahun Mangkrak, Komisi VII DPR Janji Tuntaskan di 2022
Media Name :
Kumparan
Publish Date :
Friday, 03 December 2021
News Type :
Article
Section/Rubrication :
Bisnis
News Page :
1
News Size :
-
News Placement :
Front Cover Page
Journalists :
-
Mindshare :
Minyak Dan Gas Bumi
Tonality :
Neutral
Topic :
RUU Migas
Ads Value :
750,000
PR Value :
2,250,000
Media Score :
-
Media Tier :
-
Resources
  1. Sugeng Suparwoto - Ketua Komisi VII DPR
  2. Marjolin Wajong - Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association
  3. Mamit Setiawan - Direktur Eksekutif Energy Watch
Rancangan Undang-undang atau RUU Migas sudah diusulkan sejak 2012, namun hingga kini nasib pembahasannya di DPR masih belum jelas. Terkait hal itu, Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, berjanji menuntaskan RUU Migas pada 2022 mendatang.

"Jadi selain UU Minerba yang sudah kita tuntaskan, ada juga UU EBT (Energi Baru Terbarukan). Nah setelah itu UU Migas, Insyaa Allah saya pastikan tahun 2022 akan diselesaikan," katanya dalam focus group discussion (FGD) 'Identifikasi Faktor Pendorong Investasi Hulu Migas di Indonesia', di Bali, yang berakhir Jumat (3/12).

Politisi Partai Nasdem itu menyatakan, industri hulu migas masih dibutuhkan, meskipun energi baru terbarukan akan menjadi penopang di masa mendatang. Tapi menurutnya, upaya pengembangan EBT sulit dilakukan, kalau anggaran negara terus terkuras untuk impor minyak dan BBM.

"Jadi RUU Migas ini tetap penting. Apalagi migas merupakan komoditas ketiga yang jadi kontributor devisa terbesar, setelah batu bara dan CPO. Migas dalam hal ini adalah gas yang sekitar 40% diekspor karena dalam negeri sudah tercukupi,” ujarnya.

Sugeng Suparwoto menyatakan, komitmen menuntaskan RUU Migas merupakan kehendak baik DPR untuk menata industri hulu migas. Karenanya, RUU Migas sudah masuk prioritas DPR untuk dituntaskan.

Direktur Pemberitaan Perum LKBN Antara, Ahmad Munir, yang jadi salah satu penanggap dalam FGD menilai pemerintah belum menunjukkan political will untuk mendorong investasi hulu migas. Ini menurutnya, berbeda dengan sektor infrastruktur.

"Salah satu political will yang berhasil diterapkan di Indonesia adalah sektor infrastruktur. Hal-hal terkait percepatan perizinan, aspek sosial, pemberian insentif, dan lainnya. Sampai saat ini untuk hulu migas belum kelihatan," katanya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA), Marjolin Wajong berpendapat, dengan menguatnya gagasan soal EBT muncul kesan migas tak dibutuhkan lagi. "Memang benar secara bauran energi, persentase migas akan menurun, tapi secara volume justru meningkat. Indonesia sedang economic growth, jika tidak meningkatkan produksi sendiri, pilihannya mau tak mau harus impor".

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menyatakan industri hulu migas sudah berkontribusi besar bagi negara dan peranannya akan terus dibutuhkan sampai puluhan tahun ke depan. Saat pandemi dan penerimaan negara turun, menurutnya penerimaan negara dari hulu migas justru melampaui target.

"Sudah seharusnya hulu migas diberikan perhatian yang sama dengan sektor Minerba. Banyak sekali kemudahan dan insentif di sektor Minerba. Melalui penuntasan RUU Migas yang memperbaiki hal-hal kurang tepat, diharapkan dapat menjadi pintu mendorong meningkatnya investasi dan produksi migas nasional," pungkas pengamat migas itu.