Proyek TPPI Terganjal Pendanaan
Proyek TPPI Terganjal Pendanaan
Media Name :
Bisnis Indonesia
Publish Date :
Friday, 03 December 2021
News Type :
Article
Section/Rubrication :
Industri
News Page :
4
News Size :
1,650 mmk
News Placement :
Inside Page
News URL :
-
Journalists :
Muhammad Ridwan
Mindshare :
Minyak Dan Gas Bumi
Tonality :
Neutral
Topic :
Kilang TPPI
Ads Value :
206,250,000
PR Value :
618,750,000
Media Score :
-
Media Tier :
-
Resources
  1. Ifki Sukarya - Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional
  2. Mamit Setiawan - Direktur Eksekutif Energy Watch
  3. Fajriyah Usman - Vice President Corporate Communication Pertamina
Bisnis, JAKARTA - Pembangunan proyek revamping kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama fase 2 yang ditargetkan rampung pada 2023 masih terganjal dengan pendanaan yang belum diperoleh.

Berdasarkan sumber Bisnis yang dekat dengan aksi korporasi tersebut, proyek revamping kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sebetulnya telah melewati proses feasibility study (FS). Namun, proyek itu masih terganjal pada tahapan final investment decision (FID) karena belum ada pendanaan dari sumber pinjaman.

Dalam revamping kilang itu, pendanaan yang digunakan bersumber dari hasil usaha TPPI, Pertamina, dan sumber pendanaan dari pinjaman eksternal. "Saat ini, proyek itu masih menunggu pinjaman masuk yang akan digunakan untuk tahapan procurement dan konstruksi," ujarnya, Kamis (2/12).

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menyebut akan mengerjakan proyek revamping kilang TPPI fase 2 tanpa mitra. Adapun, untuk proyek revamping tersebut investasi yang diperlukan adalah senilai US$238 juta.

Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya mengatakan proyek revamping aromatic TPPI terbagi dalam dua fase, yakni fase 1 pemb angunan Outside Battery Limit (OSBL) yang terdiri atas pemb angunan 5 unit tangki un tuk memaksimalkan produk paraxylene sebanyak 600.000 ton.

Sementara itu, pengerjaan pada fase 2 upgrading Inside Battery Limit (ISBL) untuk meningkatkan kapasitas dari 600.000 ton per tahun ke 780.000 ton per tahun yang akan selesai pada medio 2023. "Untuk serapan investasi berkisar US$238 juta. Tanpa partner," ujar Ifki kepada Bisnis.

Ifki mengungkapkan pengerjaan fase 1 OSBL telah menunjukkan progres yang on track pada capaian 98% sampai dengan November 2021. Proyek tahap 1 itu memiliki nilai proyek sebesar Rp379,75 miliar. Pertamina menargetkan proyek itu bisa diselesaikan dalam waktu dekat. "Dengan progres OSBL yang positif di angka 98%, TPPI akan melakukan proses peresmian seremonial pada  Desember 2021 untuk menandai momentum selesainya tahapan tersebut," katanya.

Ifki menuturkan pihaknya bersama dengan TPPI telah melakukan upaya-upaya strategis dalam mengawal proyek OSBL. Pihaknya, memastikan adanya pendefinisian scope of work (SOW) proyek secara jelas sehingga tidak ada peluang terjadinya perubahan rencana selama berjalannya proyek.

Pengelolaan hubungan dengan kontraktor diklaim menjadi faktor lain yang membuat pengerjaan OSBL berjalan sesuai dengan jadwal. "Pihak TPPI terus memastikan kondusivitas pengerjaan proyek dengan memberikan bantuan yang dibutuhkan kontraktor dalam tahap EPC," jelas Ifki.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai dengan ke b utuhan pendanaan yang besar, Pertamina sebaiknya menggandeng mitra dalam pembangunan kilang TPPI tersebut.

Namun, dia tak menampik sejumlah permasalahan yang sempat dihadapi TPPI bisa saja menjadi pengganjal. "Di tengah kondisi TPPI yang seperti, ini saya kira agak sulit untuk mendapatkan partner. Ada kekhawatiran dari calon investor terkait dengan kepastian hukum dari TPPI ini," ujarnya kepada Bisnis.

Adapun, TPPI sempat diterpa kasus korupsi yang melibatkan direksi dan memiliki utang dalam jumlah besar.

PROYEK EBT

Pada perkembangan lain, Pertamina tengah memacu proyek-proyek energi hijaunya setelah mendapatkan arahan dari Presiden Joko Widodo untuk menyambut era transisi energi.

Dalam kaitan itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan untuk energi baru, Pertamina melanjutkan  dan memperkuat komitmen inovasi berkelanjutan dengan mengolah refined, bleached, and deodorized palm oil (RBDPO) 100% yang menghasilkan produk green diesel (D100) di Kilang Dumai dan ditargetkan rampung 2022.

Tidak hanya itu, pada Agustus 2021 lalu, Pertamina telah memproduksi Bioavtur J2.4.

Saat ini, Pertamina tengah melaksanakan eksekusi revamp TDHT pada proyek Standalone Bio refinery Phase 1 di Kilang Cilacap. Proyek ini ditargetkan rampung pada 10 Desember 2021 mendatang dan lanjut tahap II pada 2023.

Dengan selesainya proy ek tersebut, Kilang Cilacap akan mampu memproduksi Biodiesel HVO (D100) dengan kapasitas 3.000 barel per hari (kbpd) dari feed RBDPO.

Berikutnya, Pertamina melalui Standalone Biorefinery Kilang Plaju ditargetkan pada 2024.

Selanjutnya, pengembangan BBN tersebut akan ditingkatkan pada fase 2, sehingga kelak Kilang Cilacap akan mampu mengolah D100 dengan kapasitas 6 kbpd dari multifeed, yaitu RBDPO, CPO, ataupun min yak jelantah (UCO).

Pengembangan fase 2 ditargetkan akan selesai pada 2024. "Keseluruhan proyek pengembangan BBN tersebut merupakan bagian dari upaya Pertamina menghadapi transisi energi yang dampaknya berpotensi mengurangi impor minyak," kata Fajriyah.

Energi baru lainnya yang sedang dikembangkan Pertamina, yakni green hydrogen dan blue hydrogen yang pilot project-nya akan dimulai di lingkungan operasi.

Untuk green hydrogen, melalui PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Pertamina menargetkan dapat diproduksi dari seluruh wilayah kerja geothermal Pertamina dengan produksi sekitar 8.600 kg per hari. Pilot project green hydrogen telah dimulai di WK Ulubelu.

Selain itu, melalui Kilang Pertamina Internasional sed ang menyiapkan proyek mengembangan blue hydrogen dari proses elektrolisa air dengan sumber energi listrik yang tersertifikasi hijau, menggantikan proses produksi hidrogen konvensional yang mengubah gas alam. Pengembangan blue hydrogen akan difokuskan di Kilang Plaju dan Kilang Cilacap.

Selanjutnya, langkah memproduksi energi baru juga dilakukan dalam pengembangan dimethyl ether (DME) yang bersumber dari batu bara.

Melalui sinergi bersama PT Bukit Asam Tbk. dan Air Product Chemicals, Inc (APCI), Pertamina akan mulai menjalankan pilot project pengembangan DME di Tanjung Enim.