Tantangan untuk Berlari Lebih Cepat
Tantangan untuk Berlari Lebih Cepat
Media Name :
Kompas
Publish Date :
Friday, 03 December 2021
News Type :
Article
Section/Rubrication :
Ekonomi Bisnis
News Page :
9
News Size :
300 mmk
News Placement :
Front Cover Page
News URL :
-
Journalists :
Mukhamad Kurniawan
Mindshare :
Minyak Dan Gas Bumi
Tonality :
Neutral
Topic :
Produksi Migas
Ads Value :
64,500,000
PR Value :
193,500,000
Media Score :
-
Media Tier :
-
Pelaku industri hulu minyak dan gas bumi menghadapi dilema di tengah transisi energi yang bergulung makin deras belakangan ini. Di satu sisi, ada tuntutan untuk mendongkrak produksi di tengah permintaan yang naik. Namun, di sisi lain, situasi di hilir dibayangi ketidakpastian terkait pergeseran konsumen ke energi terbarukan serta komitmen global menggapai target emisi nol.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung kebijakan rendah karbon. Pemerintah balikan berkomitmen mencapai emisi nol (net zero emissiori) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Caranya antara lain dengan mendorong pengembangan dan pemakaian energi baru terbarukan. Targetnya, porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional bisa mencapai 23 persen pada 2025.

Akan tetapi, pada saat yang sama, permintaan minyak bumi di dalam negeri masih terus tumbuh. Kesenjangan antara permintaan dan produksi terus melebar dan menambah defisit neraca perdagangan migas. Data IHS dan McKinsey menunjukkan, produksi minyak Indonesia mencapai 835.000 barel per hari pada 2020, sementara kebutuhan mencapai 1,527 juta barel per hari.

Jika tidak ada upaya ekstra untuk mendongkrak produksi, kesenjangan antara produksi dan permintaan diperkirakan semakin lebar. Pada 2030, produksi diperkirakan mencapai 408.000 barel per hari, sementara kebutuhannya mencapai 2.458 juta barel per hari. Sementara pada 2040. kebutuhan minyak bumi akan meningkat menjadi 2,887 juta barel per hari, sementara produksinya diproyeksikan tinggal 245.000 barel per hari.

Permintaan minyak meningkat kendati porsinya dalam bauran energi makin susut. Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) menyebut, porsi minyak mencapai 28,8 persen pada 2020, lalu berangsur turun menjadi 23 persen tahun 2030 dan 18,5 persen tahun 2050. Namun, volumenya meningkat dari 1.66 juta barel per hari tahun 2020. lalu menjadi 2,27 juta barel per hari tahun 2030, dan 3,97 juta barel per hari pada 2050.

Proyeksi itu memberi peluang bagi pelaku industri hulu minyak dan gas bumi (migas) untuk menggenjot produksi Namun, tantangannya tidak mudah, terutama terkait perizinan dan birokrasi. Sejumlah pelaku industri menyampaikannya dalam rangkaian konvensi internasional hulu migas, yakni "The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2021”, yang digelar secara hibrida di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, selama tiga hari hingga Rabu (1/12/2021).

Beberapa di antaranya mencontohkan proses memulai usaha di Indonesia yang membutuhkan waktu hingga satu tahun. Sementara di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara hanya membutuhkan waktu 2-3 bulan. Selain perizinan dan birokrasi, mereka menyuarakan soal ketidakpastian berusaha seiring perubalian regulasi.

Sejumlah kendala perizinan dan memulai berusaha itu diatasi pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beberapa petinggi perusahaan yang bergerak di sektor migas menilai omnibus law itu berdampak positif. Namun, ada faktor lain yang dinilai perlu ditempuh guna menggairahkan investasi di hulu.

Rancangan Undang-Undang Migas diharapkan dapat memenuhi kebutuhan itu. Namun, regulasi yang disusun guna merevisi UU No 22/2001 tentang Migas itu terus tertunda dan belum jelas penyelesaiannya. Oleh karena itu, sejumlah kementerian/lembaga berupaya mengatasinya dengan menyusun regulasi secara "keroyokan” untuk memastikan percepatan investasi di hulu migas.

Tak hanya Satuan Keija Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, penyusunan regulasi yang direncanakan dalam bentuk peraturan presiden ini juga melibatkan Kementerian Keuangan dan Kementerian Investasi. Pemerintah membuka ruang bagi pelaku industri, akademisi, peneliti, dan publik untuk memberikan masukan.

Langkah itu diharapkan melengkapi strategi yang telah dicanangkan untuk mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari tahun 2030, yakni mempertahankan produksi yang sudah ada, mempercepat proses mengubah sumber daya menjadi produksi menerapkan metode pengurasan minyak tingkat lanjut (EOR), dan melakukan eksplorasi yang masif.

Waktu yang tersedia untuk mengejar target semakin terbatas. Sejumlah pelaku industri menyampaikan harapan yang rasional di IOG 2021, yakni dorong kolaborasi dan perbaiki komunikasi. Harapannya, industri strategis ini bisa bergerak lebih cepat. (MUKHAMAD KURNIAWAN)