Listrik Mau Naik 2022 Tahun Baru, Beban Baru
Listrik Mau Naik 2022 Tahun Baru, Beban Baru
Media Name :
Rakyat Merdeka
Publish Date :
Friday, 03 December 2021
News Type :
Article
Section/Rubrication :
To The Point
News Page :
1&8
News Size :
460 mmk
News Placement :
Front Cover Page
News URL :
-
Journalists :
BCG
Mindshare :
Ketenagalistrikan
Tonality :
Positive
Topic :
Tarif Listrik
Ads Value :
32,200,000
PR Value :
96,600,000
Media Score :
-
Media Tier :
-
Resources
  1. Rida Mulyana - Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM
MENYAMBUT Tahun Baru, rakyat bukannya mendapatkan harapan baru, tapi justru beban baru. Di 2022 nanti, Pemerintah berencana menaikkan tarif listrik untuk golongan non-subsidi. Kenaikan ini bisa menambah berat beban rakyat, yang selama dua tahun ini ekonominya morat-marit akibat pandemi Corona.

Rencana kenaikan ini disampaikan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana. Saat ini, rencana kenaikan itu sedang dibahas bersama Komisi VII DPR.

Pemerintah awalnya ingin menaikkan tarif listrik pada 2020. Namun, saat itu ekonomi sangat anjlok akibat gelombang pertama Corona. Kini, pemerintah menganggap ekonomi mulai pulih seiring penanganan Corona yang berjalan baik. Industri sudah mulai bangkit. Makanya, dianggap waktu yang pas menaikkan tarif listrik.

Rida mengatakan, tarif listrik yang naik adalah tarif adjustment atau pelanggan listrik non-subsidi di 13 golongan. Berapa kenaikannya? Rida mengatakan, masih belum ditentukan. Saat ini Pemerintah dan DPR masih membahasnya.

“Kapan tarif adjustment naik? Tentunya kami harus bicara dengan sektor lain. Kami hanya menyiapkan data dan beberapa skenario, keputusannya kepada Pimpinan,” jelas Rida.

Dalam mekanisme tarif adjustment, tarif listrik bisa naik bisa juga turun tergantung tiga faktor yaitu nilai tukar, harga minyak dunia, dan inflasi. Dalam sistem ini, evaluasi tarif listrik dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Rida mengungkapkan, sejak 2017, Pemerintah tak melakukan penyesuaian tarif listrik. Soalnya, pemerintah melihat daya beli masyarakat yang masih rendah. Malah, Pemerintah memberikan kompensasi kepada PLN terhadap Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik atau tarif keekonomian dengan tarif yang dipatok pemerintah bagi pelanggan non-subsidi.

Pihak PLN mengaku tidak ikut-ikutan dengan rencana kenaikan tarif listrik ini. Sebab, penentuan tarif adalah wewenang Pemerintah. PLN hanya sebagai pelaksana.

“Kenaikan tarif itu tidak ditentukan oleh PLN tetapi ditentukan oleh Pemerintah. Kami ini hanya operator. Kalau pemerintah menyatakan kalau listrik harganya tetap, kami ikut tetap,” kata Dirut PLN Zulkifli Zaini, seperti dikutip kompas.com.

Apakah rencana kenaikan ini tepat? Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, tidak. Dia menerangkan, selama ini harga batubara, minyak bumi, dan inflasi rendah. Di saat yang sama, PLN juga melakukan pencabutan subsidi kepada jutaan rumah tangga. Dari pencabutan subsidi itu, sudah banyak penghematan yang didapat pemerintah.

Di sini lain, dia melihat daya beli masyarakat masih sangat rendah. Kalau listrik dinaikkan, daya beli itu akan anjlok kembali. Hal ini bisa berpengaruh buruk pada pertumbuhan ekonomi.

“Sekarang daya beli masyarakat masih lemah. Kalau buru-buru tarif listrik dinaikkan, efeknya ke tekanan inflasi dan akan jadi beban ke seluruh lapisan masyarakat,” kata Bhima, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Atas hal itu, dia menyarankan, sebaiknya Pemerintah dan PLN menunda dulu rencana ini sampai pemulihan ekonomi solid. Jika tarif listrik naik sekarang, justru akan menjadi beban baru. Yang dikhawatirkan, kenaikan tarif listrik akan menyebabkan pemulihan ekonomi berlangsung lama. Sebab, kenaikan tarif listrik bisa berimbas ke kedatangan harga yang lain.

“Kalau PLN butuh dana tambahan, sebaiknya sisa anggaran lebih PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) atau APBN dialihkan untuk stabilisasi tarif listrik. Banyak simpanan Pemda yang menganggur bisa digunakan untuk dana menjaga stabilitas tarif listrik,” usulnya.

Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menyampaikan hal serupa. Dia bilang, sebaiknya Pemerintah menunda kebijakan tak populis sampai menunggu situasi tepat. Apalagi tahun depan Pemerintah juga berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen.

Di dunia maya, masyarakat juga ramai-ramai menolak rencana kenaikan ini. Akun @hadiwibowol mengatakan, ekonomi rakyat saat ini baru pulih setelah dihantam Corona. Dalam kondisi seperti ini, mestinya pemerintah menurunkan tarif listrik agar ekonomi rakyat bisa segera berlari. “Bukan malah memberi beban baru dengan menaikkan tarif listrik yang saat ini sudah sangat tinggi,” protesnya.

Akun @venomliomz menyampaikan hal serupa. Dia menyatakan, dengan kenaikan gaji tahun depan yang hanya sekitar 1 persen, kenaikan tarif listrik akan sangat memberatkan.

Akun @hwriyantods mengeluhkan hal serupa. Kata dia, di beberapa daerah kenaikan upah di tahun depan hanya Rp 18 ribu. “Ini tarif listrik sudah mau duluin aja. Belum kebutuhan yang lain, angel wis angel,” keluhnya. ? BCG